Sabtu, 29 Maret 2008

NEWS : LGV Inovasi Baru Energi Ramah Lingkungan (PERTAMINA)

MEDIA PERTAMINA

EDISI NO: 4/XLIII , 22 Januari 2007
Berita


Liquid Gas for Vehicle (LGV) merupakan bahan bakar gas yang diformulasikan untuk kendaraan bermotor, yang terdiri dari campuran propane (C3) dan butane (C4). Dimana spesifikasinya di sesuaikan untuk keperluan mesin kendaraan bermotor yang menggunakan Spark Iqnition Engine.

LGV sangat sesuai digunakan pada kendaraan kecil seperti Bajaj, Taksi, angkot, kendaraan operasional kantor maupun pribadi, karena kapasitas tangkinya mempunyai daya muat yang banyak untuk menempuh jarak yang sama dengan Bahan Bakar Minyak (BBM). Serta mempunyai tekanan yang rendah (low pressure) lebih kurang 15kg/cm2.
LGV sejak lama telah digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor di berbagai negara, antara lain America, Mexico, Rusia, Belanda, Jerman, Irlandia, Swedia, Finlandia, Italis, India, Turky, Jepang, China, Philipina, Thailand, Korea, Australia, dan New Zeland. Sedangkan di Indonesia LGV lebih cepat dapat dikembangkan sebagai energi subtitusi BBM guna mendukung percepatan Program Langit Biru dan diversifikasi energi di samping CNG/BBG.
Mengapa LGV lebih unggul dari CNG (Compressed Natural Gas) dan BBG (Bahan Bakar Gas), karena LGV tersedia cukup banyak di dalam negeri, mempercepat program penggunaan gas di sektor transportasi, merupakan hasil Kilang Gas Pertamina, selain itu dapat menghemat subsidi BBM Premium yang digantikan oleh LGV, pertumbuhan SPBG LGV lebih mudah daripada SPBG CNG/BBG, memungkinkan diaplikasikan pada wilayah yang tidak atau belum terjangkau jaringan pipa gas, harga conversion kit LGV lebih murah daripada CNG atau BBG, dan tekanan kerja di mobil dan SPB LGV lebih rendah (maksimum 15 bar) dari pada CNB atau BBG (200 bar).

sumber : pertamina.com

Jumat, 28 Maret 2008

NEWS :Pertamina Targetkan Konversi 180.000 Kiloliter Premium


Senin, 17 Maret 2008 16:53 WIB

JAKARTA, SENIN - PT Pertamina (Persero) menargetkan, konversi bahan bakar premium transportasi ke gas di wilayah Jakarta mencapai 180.000 kiloliter per tahun pada 2010.

Deputi Direktur Pemasaran Pertamina Hanung Budya di Jakarta, Senin (17/3), seperti dikutip dari Antara, mengatakan, volume konversi tersebut mencapai 10 persen dari konsumsi premium di Jakarta yang 1,8 juta kiloliter per tahun. "Kami harapkan target bisa tercapai, apalagi setelah diluncurkan SPBU yang menjual Vi-Gas ini," katanya usai peluncuran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang menjual Vi-Gas di Jalan Pramuka, Jakarta Timur.

Vi-Gas merupakan nama dagang liquified gas for vehicle (LGV) atau bahan bakar gas buat kendaraan yang diproduksi Pertamina. Bahan bakar tersebut baik digunakan pada kendaraan kecil seperti taksi, angkutan kota, dan bajaj, karena memiliki tekanan rendah antara 8-12 bar dibandingkan compressed natural gas (CNG).

Menurut Hanung, sampai tahun 2010, pihaknya menargetkan penempatan 15-18 dispenser di SPBU di Jakarta. "Tahun ini, kami targetkan delapan dispenser sampai akhir 2008," ujarnya. Harga alat konverter dari premium ke LGV antara Rp12-14 juta tergantung jenis mobilnya. Satu liter premium oktan 98 setara dengan 1,2 liter LGV. Sedangkan, investasi dispenser LGV sekitar Rp3 miliar.

Hanung mengatakan, pihaknya juga sudah bekerja sama dengan ITB menyiapkan alat konverter bahan bakar diesel ke gas, sehingga angkutan umum jenis bus bisa memakai LGV. Tahap awal, harga Vi-Gas dijual Rp3.600. Namun, selanjutnya sesuai harga keekonomian yakni Rp4.500-5.000 per liter.

Pasokan LGV berasal dari Kilang Jabung milik Petrochina yang kini baru berkapasitas 300 ton per hari. Namun, bisa ditingkatkan menjadi 3.000 ton per hari.

sumber: kompas.co.id

Minggu, 23 Maret 2008

Artikel dari beberapa media dan photo






Nilai Ekonomis LPG

Seperti yang telah di sampaikan sebelumnya bahwa selain terdapat beberapa keunggulan LPG yaitu ramah lingkungan, ber oktan tinggi yaitu bahan bakar jenis ini murah. Yakni hanya Rp. 3.600,- /lsp (liter setara premium). Atau 20% lebih murah ketimbang premium yang bersubsidi.



Nah dengan 20% lebih murah maka angka penghematan pun bisa kita tulis dengan rapi dari jumlah konsumsi bahan bakar yang kita pakai sehari-hari. Sebelumnya kita akan pakai Asumsi.


Asumsi Pertama:

Menurut catatan dan hasil dari survey mini bahwa seorang sopir taksi dalam satu hari penuh membutuhkan bahan bakar premium sebanyak 35 sampai 40 liter. Sehingga konsumsi bahan bakar nya apabila menggunakan premium bersubsidi adalah :

40 Liter x Rp. 4.500,- = Rp. 180.000,-

Apabila menggunakan LPG/LGV sebagai bahan bakar maka kebutuhan energi seorang sopir taksi akan menjadi sebagai berikut :

40 Liter Setara Premium x Rp. 3.600,- = Rp. 144.000,-

Maka penghematan per hari yang dilakukan oleh seorang sopir taksi adalah :

Rp. 180.000,- - Rp. 144.000,- = Rp. 36.000,-

Penghematan yang dilakukan dalam satu bulan penuh adalah :

Rp. 36.000,- x 30 Hari = Rp. 1.080.000,-

Penghematan yang dilakukan seorang sopir taksi dalam satu tahun adalah :

Rp. 1.080.000,- x 12 Bulan = Rp. 12.960.000,-


Satu hal yang mesti kita ingat bahwa seorang sopir taksi tersebut masih membutuhkan perlatan untuk mengkonversikan mobilnya agar dapat berkendaraan dengan berbahan bakar LPG ini.

Harga peralatan VOLTRAN LPG REDUCER termasuk Tabung LPG Multivalves untuk mobil Injection tanpa ECU adalah sebesar Rp. 5.550.000,- dan ongkos pemasangan sebesar Rp. 1.000.000,- maka biaya investasi sebuah mobil menjadi sebagai berikut :

VOLTRAN + Tabung LPG = Rp. 5.550.000,-
Ongkos pasang = Rp. 1.000.000,-

Total = Rp. 6.550.000,-

Apabila seorang sopir taksi mampu berhemat Rp. 12.960.000,- dalam setahun maka dalam tempo 6 bulan biaya investasi tersebut akan terbayar dan selebihnya seumur mobil tersebut keuntungan akan dinikmati langsung oleh pemilik.

Apabila pemilik memiliki 100 Taksi maka dengan sangat mudah kita akan mendapatkan angka penghematannya.


Asumsi Kedua:

Asumsi kedua kita gunakan pengguna kendaraan harian untuk kepentingan Pulang Pergi ke kantor dari sekitar Jabodetabek ke Jakarta. Asumsi sekali jalan ke Ibukota diperlukan jarak tempuh sekitar 40 Km sekali jalan dan menjadi 80 km pulang pergi.

Kendaraan yang digunakan adalah Toyota Kijang dengan asumsi konsumsi bahan bakar yang di butuhkan adalah 1 liter Premium = 8 Km jarak tempuh dan kemacetan dianggap ramai lancar.

Maka dalam satu hari akan dibutuhkan bahan bakar sebanyak 80km/8km = 10 liter atau senilai dengan :

10 liter x Rp. 4.500,- = Rp. 45.000,-


Apabila menggunakan LPG/LGV sebagai bahan bakar maka kebutuhan energi nya akan menjadi sebagai berikut :

10 Liter Setara Premium x Rp. 3.600,- = Rp. 36.000,-

Selisihnya adalah :

Rp. 45.000,- - Rp. 36.000,- = Rp. 9.000,- per hari

atau

Rp. 9.000,- x 30 hari = Rp. 270.000,- per bulan

dan

Rp. 270.000,- x 12 bulan = Rp. 3.240.000 per tahun


Dengan berinvestasi peralatan Voltran LPG Reducer seharga Rp. 6.550.000,- maka dengan bahan bakar premium bersubsidi dibutuhkan waktu 2 tahun untuk mencapai angka balik modal. Namun perlu diingat perlalatan konverter kit tersebut masih bisa digunakan dan dipindahkan ke mobil berikutnya apabila si pengguna menginginkannya.

Dengan BBM bersubsidi memang tidak memberikan keuntungan yang Funtastic. Tapi perlu diingat bahwa harga minyak duia semakin meroket dari bilagan USD. 50 per barrel sekarang telah menyentuh USD. 111 per barrel. Sudah pasti kebijakan subsidi sudah pasti akan ditinggalkan. kecuali ada faktor lain yang menggangu seharusnya pemerintah sudah harus melepas subsidi ini.

Asumsi ketiga lahir dengan skenario bahwa Subsidi bahan bakar telah di cabut dan semua kendaraan umum di wajibkan memakai energi alternatif. Kalau tidak ijin trayek tidak di perpanjang.

Sisi lain pemerintah sudah menceburkan diri dengan memberikan ijin pembukaan SPBU asing yang nota bene menjual bahan bakar non subsidi yang saat ini mengenaskan karena sepi pembeli. Lagi-lagi harga premium bersubsidi menjadi biang keladinya. Beberapa orang melabrak aturan kendaraannya sendiri, jelas-jelas tertera di buku panduan bahwa mobil diharuskan memakai bahan bakar dengan oktan minimum 92 namun atas nama penghematan premum bersubsidi pun di lahap habis. Melahap habis jatah subsidi kaum tidak mampu, mengunyah habis jatah kendaraan umum sehingga menambah beban subsidi.

Sepi nya SPBU para investor asing itu sebentar lagi akan menjadi momok pengguna BBM bersubsidi. Sebentar lagi mereka akan berteriak-teriak dagangannya kalah bersaing dengan pemerintah yang nota bene memberikan ijin beroperasinya SPBU mereka. Harga yang sama yang akan mereka tuntut. Setelah permohonan ikut memasarkan premium bersubsidi belum kunjung ada hasilnya maka suara akan semakin lantang. Demi WTO, demi seribu perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya, demi setumpuk kesepakatan yang saling tindih satu sama lain antar negara antar institusi antar wilayah yang ditepinya mencekik diri sendiri. Tidak cara lain untuk bernafas kalau leher sudah tercekik. HAPUSKAN SUBSIDI. Demi WTO, demi investasi, demi uang, dan demikian jadinya.

Kita lihat....


Asumsi Ketiga:

Asumsi ketiga kita gunakan profile yang sama dengan asumsi kedua yaitu pengguna kendaraan harian untuk kepentingan Pulang Pergi ke kantor dari sekitar Jabodetabek ke Jakarta. Asumsi sekali jalan ke Ibukota diperlukan jarak tempuh sekitar 40 Km sekali jalan dan menjadi 80 km pulang pergi.

Kendaraan yang digunakan adalah Toyota Kijang dengan asumsi konsumsi bahan bakar yang di butuhkan adalah 1 liter Premium = 8 Km jarak tempuh dan kemacetan dianggap ramai lancar.

Harga bensin tanpa subsidi Rp. 8.000,-/liter


10 liter x Rp. 8.000,- = Rp. 80.000,-


Apabila menggunakan LPG/LGV sebagai bahan bakar maka kebutuhan energi nya akan menjadi sebagai berikut :

10 Liter Setara Premium x Rp. 3.600,- = Rp. 36.000,-

Selisihnya adalah :

Rp. 80.000,- - Rp. 36.000,- = Rp. 44.000,- per hari

atau

Rp. 44.000,- x 30 hari = Rp. 1.320.000,- per bulan

dan

Rp. 1.320.000,- x 12 bulan = Rp. 15.840.000 per tahun

Dengan berinvestasi peralatan Voltran LPG Reducer seharga Rp. 6.550.000,- maka d dibutuhkan waktu 5 bulan untuk mencapai angka balik modal.

Seterusnya kita nikmati keuntungan udara yang bersih, polusi yang berkurang, udara yang semakin sejuk, anak-anak yang sehat, uang yang lebih banyak untuk hal-hal lain.