Minggu, 23 Maret 2008

Nilai Ekonomis LPG

Seperti yang telah di sampaikan sebelumnya bahwa selain terdapat beberapa keunggulan LPG yaitu ramah lingkungan, ber oktan tinggi yaitu bahan bakar jenis ini murah. Yakni hanya Rp. 3.600,- /lsp (liter setara premium). Atau 20% lebih murah ketimbang premium yang bersubsidi.



Nah dengan 20% lebih murah maka angka penghematan pun bisa kita tulis dengan rapi dari jumlah konsumsi bahan bakar yang kita pakai sehari-hari. Sebelumnya kita akan pakai Asumsi.


Asumsi Pertama:

Menurut catatan dan hasil dari survey mini bahwa seorang sopir taksi dalam satu hari penuh membutuhkan bahan bakar premium sebanyak 35 sampai 40 liter. Sehingga konsumsi bahan bakar nya apabila menggunakan premium bersubsidi adalah :

40 Liter x Rp. 4.500,- = Rp. 180.000,-

Apabila menggunakan LPG/LGV sebagai bahan bakar maka kebutuhan energi seorang sopir taksi akan menjadi sebagai berikut :

40 Liter Setara Premium x Rp. 3.600,- = Rp. 144.000,-

Maka penghematan per hari yang dilakukan oleh seorang sopir taksi adalah :

Rp. 180.000,- - Rp. 144.000,- = Rp. 36.000,-

Penghematan yang dilakukan dalam satu bulan penuh adalah :

Rp. 36.000,- x 30 Hari = Rp. 1.080.000,-

Penghematan yang dilakukan seorang sopir taksi dalam satu tahun adalah :

Rp. 1.080.000,- x 12 Bulan = Rp. 12.960.000,-


Satu hal yang mesti kita ingat bahwa seorang sopir taksi tersebut masih membutuhkan perlatan untuk mengkonversikan mobilnya agar dapat berkendaraan dengan berbahan bakar LPG ini.

Harga peralatan VOLTRAN LPG REDUCER termasuk Tabung LPG Multivalves untuk mobil Injection tanpa ECU adalah sebesar Rp. 5.550.000,- dan ongkos pemasangan sebesar Rp. 1.000.000,- maka biaya investasi sebuah mobil menjadi sebagai berikut :

VOLTRAN + Tabung LPG = Rp. 5.550.000,-
Ongkos pasang = Rp. 1.000.000,-

Total = Rp. 6.550.000,-

Apabila seorang sopir taksi mampu berhemat Rp. 12.960.000,- dalam setahun maka dalam tempo 6 bulan biaya investasi tersebut akan terbayar dan selebihnya seumur mobil tersebut keuntungan akan dinikmati langsung oleh pemilik.

Apabila pemilik memiliki 100 Taksi maka dengan sangat mudah kita akan mendapatkan angka penghematannya.


Asumsi Kedua:

Asumsi kedua kita gunakan pengguna kendaraan harian untuk kepentingan Pulang Pergi ke kantor dari sekitar Jabodetabek ke Jakarta. Asumsi sekali jalan ke Ibukota diperlukan jarak tempuh sekitar 40 Km sekali jalan dan menjadi 80 km pulang pergi.

Kendaraan yang digunakan adalah Toyota Kijang dengan asumsi konsumsi bahan bakar yang di butuhkan adalah 1 liter Premium = 8 Km jarak tempuh dan kemacetan dianggap ramai lancar.

Maka dalam satu hari akan dibutuhkan bahan bakar sebanyak 80km/8km = 10 liter atau senilai dengan :

10 liter x Rp. 4.500,- = Rp. 45.000,-


Apabila menggunakan LPG/LGV sebagai bahan bakar maka kebutuhan energi nya akan menjadi sebagai berikut :

10 Liter Setara Premium x Rp. 3.600,- = Rp. 36.000,-

Selisihnya adalah :

Rp. 45.000,- - Rp. 36.000,- = Rp. 9.000,- per hari

atau

Rp. 9.000,- x 30 hari = Rp. 270.000,- per bulan

dan

Rp. 270.000,- x 12 bulan = Rp. 3.240.000 per tahun


Dengan berinvestasi peralatan Voltran LPG Reducer seharga Rp. 6.550.000,- maka dengan bahan bakar premium bersubsidi dibutuhkan waktu 2 tahun untuk mencapai angka balik modal. Namun perlu diingat perlalatan konverter kit tersebut masih bisa digunakan dan dipindahkan ke mobil berikutnya apabila si pengguna menginginkannya.

Dengan BBM bersubsidi memang tidak memberikan keuntungan yang Funtastic. Tapi perlu diingat bahwa harga minyak duia semakin meroket dari bilagan USD. 50 per barrel sekarang telah menyentuh USD. 111 per barrel. Sudah pasti kebijakan subsidi sudah pasti akan ditinggalkan. kecuali ada faktor lain yang menggangu seharusnya pemerintah sudah harus melepas subsidi ini.

Asumsi ketiga lahir dengan skenario bahwa Subsidi bahan bakar telah di cabut dan semua kendaraan umum di wajibkan memakai energi alternatif. Kalau tidak ijin trayek tidak di perpanjang.

Sisi lain pemerintah sudah menceburkan diri dengan memberikan ijin pembukaan SPBU asing yang nota bene menjual bahan bakar non subsidi yang saat ini mengenaskan karena sepi pembeli. Lagi-lagi harga premium bersubsidi menjadi biang keladinya. Beberapa orang melabrak aturan kendaraannya sendiri, jelas-jelas tertera di buku panduan bahwa mobil diharuskan memakai bahan bakar dengan oktan minimum 92 namun atas nama penghematan premum bersubsidi pun di lahap habis. Melahap habis jatah subsidi kaum tidak mampu, mengunyah habis jatah kendaraan umum sehingga menambah beban subsidi.

Sepi nya SPBU para investor asing itu sebentar lagi akan menjadi momok pengguna BBM bersubsidi. Sebentar lagi mereka akan berteriak-teriak dagangannya kalah bersaing dengan pemerintah yang nota bene memberikan ijin beroperasinya SPBU mereka. Harga yang sama yang akan mereka tuntut. Setelah permohonan ikut memasarkan premium bersubsidi belum kunjung ada hasilnya maka suara akan semakin lantang. Demi WTO, demi seribu perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya, demi setumpuk kesepakatan yang saling tindih satu sama lain antar negara antar institusi antar wilayah yang ditepinya mencekik diri sendiri. Tidak cara lain untuk bernafas kalau leher sudah tercekik. HAPUSKAN SUBSIDI. Demi WTO, demi investasi, demi uang, dan demikian jadinya.

Kita lihat....


Asumsi Ketiga:

Asumsi ketiga kita gunakan profile yang sama dengan asumsi kedua yaitu pengguna kendaraan harian untuk kepentingan Pulang Pergi ke kantor dari sekitar Jabodetabek ke Jakarta. Asumsi sekali jalan ke Ibukota diperlukan jarak tempuh sekitar 40 Km sekali jalan dan menjadi 80 km pulang pergi.

Kendaraan yang digunakan adalah Toyota Kijang dengan asumsi konsumsi bahan bakar yang di butuhkan adalah 1 liter Premium = 8 Km jarak tempuh dan kemacetan dianggap ramai lancar.

Harga bensin tanpa subsidi Rp. 8.000,-/liter


10 liter x Rp. 8.000,- = Rp. 80.000,-


Apabila menggunakan LPG/LGV sebagai bahan bakar maka kebutuhan energi nya akan menjadi sebagai berikut :

10 Liter Setara Premium x Rp. 3.600,- = Rp. 36.000,-

Selisihnya adalah :

Rp. 80.000,- - Rp. 36.000,- = Rp. 44.000,- per hari

atau

Rp. 44.000,- x 30 hari = Rp. 1.320.000,- per bulan

dan

Rp. 1.320.000,- x 12 bulan = Rp. 15.840.000 per tahun

Dengan berinvestasi peralatan Voltran LPG Reducer seharga Rp. 6.550.000,- maka d dibutuhkan waktu 5 bulan untuk mencapai angka balik modal.

Seterusnya kita nikmati keuntungan udara yang bersih, polusi yang berkurang, udara yang semakin sejuk, anak-anak yang sehat, uang yang lebih banyak untuk hal-hal lain.












1 komentar:

qas800 mengatakan...

Artikel ini belum memasukkan perhitungan faktor efisiensi kendaraan saat menggunakan bensin dan menggunakan gas, dimana berdasarkan fakta dilapangan kendaraan yang menggunakan gas akan lebih boros pemakaian per liter per km nya. Sehingga dengan selisih harga yang cuma seribu rupiah, biaya yang diinvestasikan baru akan balik dalam jangka waktu lebih dari 4 tahun.

Saya rasa selama kebijakan pemerintah yang tidak jelas (mempertahankan subsidi BBM dan juga menaikkan harga LPG/gas saat BBM naik) penggunaan gas tidak akan membawa banyak keuntungan.

Hal ini berbeda dengan di Inggris dan Australia dimana harga LPG/gas per liter bisa mencapat 40%-50% dari harga bensin. Dan adanya insentif pajak dari pemerintah untuk kendaraan yang menggunakan LPG/gas